Wednesday, November 28, 2012

Cara memilih Jalan

Kawan-kawan Abu Nawas merencanakan akan mengadakan perjalanan wisata ke hutan.
Tetapi tanpa keikutsertaan Abu Nawas perjalanan akan terasa memenatkan dan
membosankan. Sehingga mereka beramai-ramai pergi ke rumah Abu Nawas untuk
mengajaknya ikut serta. Abu Nawas tidak keberatan.
Mereka berangkat dengan mengendarai keledai masing-masing sambil
bercengkrama.

Tak terasa mereka telah menempuh hampir separuh perjalanan. Kini mereka
tiba di pertigaan jalan yang jauh dari perumahan penduduk. Mereka berhenti
karena mereka ragu-ragu. Setahu mereka kedua jalan itu memang menuju ke
hutan tetapi hutan yang mereka tuju adalah hutan wisata. Bukan hutan yang
dihuni binatang-binatang buas yang justru akan membahayakan jiwa mereka.
Abu Nawas hanya bisa menyarankan untuk tidak meneruskan perjalanan karena
bila salah pilih maka mereka semua tak akan pernah bisa kembali. Bukankah
lebih bijaksana bila kita meninggalkan sesuatu yang meragukan? Tetapi salah
seorang dari mereka tiba-tiba berkata,

"Aku mempunyai dua orang sahabat yang tinggal dekat semak-semak sebelah
sana. Mereka adalah saudara kembar. Tak ada seorang pun yang bisa
membedakan keduanya karena rupa mereka begitu mirip. Yang satu selalu
berkata jujur sedangkan yang lainnya selalu berkata bohong. Dan mereka
adalah orang-orang aneh karena mereka hanya mau menjawab satu pertanyaan
saja."

"Apakah engkau mengenali salah satu dari mereka yang selalu berkata benar?"
tanya Abu Nawas.
"Tidak." jawab kawan Abu Nawas singkat.
"Baiklah kalau begitu kita beristirahat sejenak." usul Abu Nawas.

Abu Nawas makan daging dengan madu bersama kawan-kawannya.
Seusai makan mereka berangkat menuju ke rumah yang dihuni dua orang
kembar bersaudara. Setelah pintu dibuka, maka keluarlah salah seorang dari
dua orang kembar bersaudara itu.

"Maaf, aku sangat sibuk hari ini. Engkau hanya boleh mengajukan satu
pertanyaan saja. Tidak boleh lebih." katanya. Kemudian Abu Nawas
menghampiri orang itu dan berbisik. Orang itu pun juga menjawab dengan cara
berbisik pula kepada Abu Nawas. Abu Nawas mengucapkan terima kasih dan
segera mohon diri.

"Hutan yang kita tuju melewati jalan sebelah kanan." kata Abu Nawas mantap
kepada kawan-kawannya.
"Bagaimana kau bisa memutuskan harus menempuh jalan sebelah kanan?
Sedangkan kita tidak tahu apakah orang yang kita tanya itu orang yang selalu
berkata benar atau yang selalu berkata bohong?" tanya salah seorang dari
mereka.
"Karena orang yang kutanya menunjukkan jalan yang sebelah kiri." kata Abu
Nawas.

Karena masih belum mengerti juga, maka Abu Nawas menjelaskan. "Tadi aku
bertanya: Apa yang akan dikatakan saudaramu bila aku bertanya jalan yang
mana yang menuju hutan yang indah?" Bila jalan yang benar itu sebelah kanan
dan bila orang itu kebetulan yang selalu berkata benar maka ia akan
menjawab: Jalan sebelah kiri, karena ia tahu saudara Kembarnya akan
mengatakan jalan sebelah kiri sebab saudara kembarnya selalu berbohong. Bila
orang itu kebetulan yang selalu berkata bohong, maka ia akan menjawab: jalan
sebelah kiri, karena ia tahu saudara kembarnya akan mengatakan jalan sebelah
kiri sebab saudara kembarnya selalu berkata benar.
readmore »»  

Sunday, November 25, 2012

Friday, November 2, 2012

Kisah Abu Nawas - Strategi Maling

Tanpa pikir panjang Abu Nawas memutuskan untuk menjual keledai
kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan Abu Nawas satu-satunya.
Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Tetapi keluarga Abu Nawas amat
membutuhkan uang. Dan istrinya setuju.

Keesokan harinya Abu Nawas membawa keledai ke pasar. Abu Nawas tidak tahu
kalau ada sekelompok pencuri yang terdiri dari empat orang telah mengetahui
keadaan dan rencana Abu Nawas. Mereka sepakat akan memperdaya Abu
Nawas. Rencana pun mulai mereka susun.

Ketika Abu Nawas beristirahat di bawah pohon, salah seorang mendekat dan
berkata,
"Apakah engkau akan menjual kambingmu?"
Tentu saja Abu Nawas terperanjat mendengar pertanyaan yang begitu tiba-tiba.

"Ini bukan kambing." kata Abu Nawas.
"Kalau bukan kambing, lalu apa?" tanya pencuri itu selanjutnya.
"Keledai." kata Abu Nawas.
"Kalau engkau yakin itu keledai, jual saja ke pasar dan tanyakan pada
mereka." kata komplotan pencuri itu sambil berlalu. Abu Nawas tidak
terpengaruh. Kemudian ia meneruskan perjalanannya.

Ketika Abu Nawas sedang menunggang keledai, pencuri kedua menghampirinya
dan berkata."Mengapa kau menunggang kambing."
"Ini bukan kambing tapi keledai."
"Kalau itu keledai aku tidak bertanya seperti itu, dasar orang aneh. Kambing
kok dikatakan keledai."

"Kalau ini kambing aku tidak akan menungganginya." jawab Abu Nawas tanpa
ragu.
"Kalau engkau tidak percaya, pergilah ke pasar dan tanyakan pada orang-orang
di sana." kata pencuri kedua sambil berlalu.

Abu Nawas belum terpengaruh dan ia tetap berjalan menuju pasar.
Pencuri ketiga datang menghampiri Abu Nawas,"Hai Abu Nawas akan kau bawa
ke mana kambing itu?"
Kali ini Abu Nawas tidak segera menjawab.la mulai ragu, sudah tiga orang
mengatakan kalau hewan yang dibawanya adalah kambing.

Pencuri ketiga tidak menyia-nyiakan kesempatan. la makin merecoki otak Abu
Nawas, "Sudahlah, biarpun kau bersikeras hewan itu adalah keledai nyatanya
itu adalah kambing, kambing ....... kambiiiiiing !"
Abu Nawas berhenti sejenak untuk beristirahat di bawah pohon. Pencuri
keempat melaksanakan strategi busuknya. la duduk di samping Abu Nawas dan
mengajak tokoh cerdik ini untuk berbincang-bincang.

"Ahaa, bagus sekali kambingmu ini...!" pencuri keempat membuka percakapan.
"Kau juga yakin ini kambing?" tanya Abu Nawas.
"Lho? ya jelas sekali kalau hewan ini adalah kambing. Kalau boleh aku ingin
membelinya."
"Berapa kau mau membayarnya?"
"Tiga dirham!"

Abu Nawas setuju. Setelah menerima uang dari pencuri keempat kemudian Abu
Nawas langsung pulang. Setiba di rumah Abu Nawas dimarahi istrinya.
"Jadi keledai itu hanya engkau jual tiga dirham lantaran mereka mengatakan
bahwa keledai itu kambing?" Abu Nawas tidak bisa menjawab. la hanya
mendengarkan ocehan istrinya dengan setia sambil menahan rasa dongkol. Kini
ia baru menyadari kalau sudah diperdayai oleh komplotan pencuri yang
menggoyahkan akal sehatnya.

Abu Nawas merencanakan sesuatu. la pergi ke hutan mencari sebatang kayu
untuk dijadikan sebuah tongkat yang nantinya bisa menghasilkan uang.
Rencana Abu Nawas ternyata berjalan lancar. Hampir semua orang
membicarakan keajaiban tongkat Abu Nawas. Berita ini juga terdengar oleh
para pencuri yang telah menipu Abu Nawas. Mereka langsung tertarik. Bahkan
mereka melihat sendiri ketika Abu Nawas membeli barang atau makan tanpa
membayar tetapi hanya dengan mengacungkan tongkatnya. Mereka berpikir
kalau tongkat itu bisa dibeli maka tentu mereka akan kaya karena hanya
dengan mengacungkan tongkat itu mereka akan mendapatkan apa yang mereka
inginkan.

Akhirnya mereka mendekati Abu Nawas dan berkata, "Apakah tongkatmu akan
dijual?"
"Tidak." jawab Abu Nawas dengan cuek.
"Tetapi kami bersedia membeli dengan harga yang amat tinggi." kata mereka.
"Berapa?" kata Abu Nawas pura-pura merasa tertarik.
"Seratus dinar uang emas." kata mereka tanpa ragu-ragu.

"Tetapi tongkat ini adalah tongkat wasiat satu-satunya yang aku miliki." kata
Abu Nawas sambil tetap berpura-pura tidak ingin menjual tongkatnya.
"Dengan uang seratus dinar engkau sudah bisa hidup enak." Kata mereka makin
penasaran.
Abu Nawas diam beberapa saat sepertinya merasa keberatan sekali.
"Baiklah kalau begitu." kata Abu Nawas kemudian sambil menyerahkan
tongkatnya.

Setelah menerima seratus dinar uang emas Abu Nawas segera melesat pulang.
Para pencuri itu segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban
tongkat yang baru mereka beli. Seusai makan mereka mengacungkan tongkat
itu kepada pemilik kedai. Tentu saja pemilik kedai marah.

"Apa maksudmu mengacungkan tongkat itu padaku?" "Bukankah Abu Nawas juga
mengacungkan tongkat ini dan engkau membebaskannya?" tanya para pencuri
itu.

"Benar. Tetapi engkau harus tahu bahwa Abu Nawas menitipkan sejumlah uang
kepadaku sebelum makan di sini!"
"Gila! Ternyata kita tidak mendapat keuntungan sama sekali menipu Abu
Nawas. Kita malah rugi besar!" umpat para pencuri dengan rasa dongkol.
readmore »»  

Kisah Abu Nawas - Menjebak Pencuri

Pada zaman dahulu orang berpikir dengan cara yang amat sederhana. Dan
karena kesederhanaan berpikir ini seorang pencuri yang telah berhasil
menggondol seratus keping lebih uang emas milik seorang saudagar kaya tidak
sudi menyerah.

Hakim telah berusaha keras dengan berbagai cara tetapi tidak berhasil
menemukan pencurinya. Karena merasa putus asa pemilik harta itu
mengumumkan kepada siapa saja yang telah mencuri harta miliknya merelakan
separoh dari jumlah uang emas itu menjadi milik sang pencuri bila sang pencuri
bersedia mengembalikan. Tetapi pencuri itu malah tidak berani menampakkan
bayangannya.

Kini kasus itu semakin ruwet tanpa penyelesaian yang jelas. Maksud baik
saudagar kaya itu tidak mendapat-tanggapan yang sepantasnya dari sang
pencuri. Maka tidak bisa disalahkan bila saudagar itu mengadakan sayembara
yang berisi barang siapa berhasil menemukan pencuri uang emasnya, ia berhak
sepenuhnya memiliki harta yang dicuri.

Tidak sedikit orang yang mencoba tetapi semuanya kandas. Sehingga pencuri
itu bertambah merasa aman tentram karena ia yakin jati dirinya tak akan
terjangkau. Yang lebih menjengkelkan adalah ia juga berpura-pura mengikuti
sayembara. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa menghadapi orang seperti
ini bagaikan menghadapi jin. Mereka tahu kita, sedangkan kita tidak. Seorang
penduduk berkata kepada hakim setempat.

"Mengapa tuan hakim tidak minta bantuan Abu Nawas saja?"
"Bukankah Abu Nawas sedang tidak ada di tempat?" kata hakim itu balik
bertanya.
"Kemana dia?" tanya orang itu.
"Ke Damakus." jawab hakim
"Untuk keperluan apa?" orang itu ingin tahu.

"Memenuhi undangan pangeran negeri itu." kata hakim.
"Kapan ia datang?" tanya orang itu lagi.
"Mungkin dua hari lagi." jawab hakim.

Kini harapan tertumpu sepenuhnya di atas pundak Abu Nawas.
Pencuri yang selama ini merasa aman sekarang menjadi resah dan tertekan. la
merencanakan meninggalkan kampung halaman dengan membawa serta uang
emas yang berhasil dicuri. Tetapi ia membatalkan niat karena dengan
menyingkir ke luar daerah berarti sama halnya dengan membuka topeng dirinya
sendiri. la lalu bertekad tetap tinggal apapun yang akan terjadi.

Abu Nawas telah kembali ke Baghdad karena tugasnya telah selesai. Abu Nawas
menerima tawaran mengikuti sayembara menemukan pencuri uang emas. Hati
pencuri uang emas itu tambah berdebar tak karuan mendengar Abu Nawas
menyiapkan siasat.

Keesokan harinya semua penduduk dusun diharuskan berkumpul di depan
gedung pengadilan. Abu Nawas hadir dengan membawa tongkat dalam jumlah
besar. Tongkat-tongkat itu mempunyai ukuran yang sama panjang. Tanpa
berkata-kata Abu Nawas membagi-bagikan tongkat-tongkat yang dibawanya
dari rumah.

Setelah masing-masing mendapat satu tongkat, Abu Nawas berpidato, "Tongkat-tongkat
itu telah aku mantrai. Besok pagi kalian harus menyerahkan kembali
tongkat yang telah aku bagikan. Jangan khawatir, tongkat yang dipegang oleh
pencuri selama ini menyembunyikan diri akan bertambah panjang satu jari
telunjuk. Sekarang pulanglah kalian."

Orang-orang yang merasa tidak mencuri tentu tidak mempunyai pikiran apa-apa.
Tetapi sebaliknya, si pencuri uang emas itu merasa ketakutan. la tidak
bisa memejamkan mata walaupun malam semakin larut. la terus berpikir keras.
Kemudian ia memutuskan memotong tongkatnya sepanjang satu jari telunjuk
dengan begitu tongkatnya akan tetap kelihatan seperti ukuran semula.

Pagi hari orang mulai berkumpul di depan gedung pengadilan. Pencuri itu
merasa tenang karena ia yakin tongkatnya tidak akan bisa diketahui karena ia
telah memotongnya sepanjang satu jari telunjuk. Bukankah tongkat si pencuri
akan bertambah panjang satu jari telunjuk? la memuji kecerdikan diri sendiri
karena ia ternyata akan bisa mengelabui Abu Nawas.

Antrian panjang mulai terbentuk. Abu Nawas memeriksa tongkat-tongkat yang
dibagikan kemarin. Pada giliran si pencuri tiba Abu Nawas segera mengetahui
karena tongkat yang dibawanya bertambah pendek satu jari telunjuk. Abu
Nawas tahu pencuri itu pasti melakukan pemotongan pada tongkatnya karena ia
takut tongkatnya bertambah panjang.

Pencuri itu diadili dan dihukum sesuai dengan kesalahannya. Seratus keping
lebih uang emas kini berpindah ke tangan Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas tetap
bijaksana, sebagian dari hadiah itu diserahkan kembali kepada keluarga si
pencuri, sebagian lagi untuk orang-orang miskin dan sisanya untuk keluarga Abu
Nawas sendiri.

readmore »»  

Kisah Abu Nawas - Tipu dibalas Tipu

Ada seorang Yogis (Ahli Yoga) mengajak seorang Pendeta bersekongkol akan
memperdaya Iman Abu Nawas. Setelah mereka mencapai kata sepakat, mereka
berangkat menemui Abu Nawas di kediamannya.

Ketika mereka datang Abu Nawas sedang melakukan salat Dhuha. Setelah
dipersilahkan masuk oleh istri Abu Nawas mereka masuk dan menunggu sambil
berbincang-bincang santai.
Seusai salat Abu Nawas menyambut mereka. Abu Nawas dan para tamunya
bercakap-cakap sejenak.

"Kami sebenarnya ingin mengajak engkau melakukan pengembaraan suci. Kalau
engkau tidak keberatan bergabunglah bersama kami." kata Ahli Yoga.
"Dengan senang hati. Lalu kapan rencananya?" tanya Abu Nawas polos.
"Besok pagi." kata Pendeta.
"Baiklah kalau begitu kita bertemu di warung teh besok." kata Abu Nawas
menyanggupi.

Hari berikutnya mereka berangkat bersama. Abu Nawas mengenakan jubah
seorang Sufi. Ahli Yoga dan Pendeta memakai seragam keagamaan mereka
masing-masing. Di tengah jalan mereka mulai diserang rasa lapar karena
mereka memang sengaja tidak membawa bekal.

"Hai Abu Nawas, bagaimana kalau engkau saja yang mengumpulkan derma guna
membeli makanan untuk kita bertiga. Karena kami akan mengadakan
kebaktian." kata Pendeta. Tanpa banyak bicara Abu Nawas berangkat mencari
dan mengumpulkan derma dari dusun satu ke dusun lain. Setelah derma
terkumpul, Abu Nawas membeli makanan yang cukup untuk tiga orang. Abu
Nawas kembali ke Pendeta dan Ahli Yoga dengan membawa makanan.

Karena sudah tak sanggup menahan rasa lapar Abu Nawas berkata,
"Mari segera kita bagi makanan ini sekarang juga." "Jangan sekarang. Kami
sedang berpuasa." kata Ahli Yoga.
"Tetapi aku hanya menginginkan bagianku saja sedangkan bagian kalian
terserah pada kalian." kata Abu Nawas menawarkan jalan keluar.

"Aku tidak setuju. Kita harus seiring seirama dalam berbuat apa pun:" kata
Pendeta.
"Betul aku pun tidak setuju karena waktu makanku besok pagi.
Besok pagi aku baru akan berbuka." kata Ahli Yoga.
"Bukankah aku yang engkau jadikan alat pencari derma Dan derma itu sekarang
telah kutukar dengan makanan ini. Sekarang kalian tidak mengijinkan aku
mengambil bagian sendiri. Itu tidak masuk akal." kata Abu Nawas mulai merasa
jengkel. Namun begitu Pendeta dan Ahli Yoga tetap bersikeras tidak
mengijinkan Abu Nawas mengambil bagian yang menjadi haknya.

Abu Nawas penasaran. la mencoba sekali lagi meyakinkan kawan-kawannya
agar mengijinkan ia memakan bagiannya. Tetapi mereka tetap saja menolak.

Abu Nawas benar-benar merasa jengkel dan marah. Namun Abu Nawas tidak
memperlihatkan sedikit pun kejengkelan dan kemarahannya.
"Bagaimana kalau kita mengadakan perjanjian." kata Pendeta kepada Abu
Nawas.
"Perjanjian apa?" tanya Abu Nawas.

"Kita adakan lomba. Barangsiapa di antara kita bermimpi paling indah maka ia
akan mendapat bagian yang terbanyak yang kedua lebih sedikit dan yang
terburuk akan mendapat paling sedikit." Pendeta itu menjelaskan.
Abu Nawas setuju. la tidak memberi komentar apa-apa.

malam semakin larut. Embun mulai turun ke bumi. Pendeta dan Ahli Yoga
mengantuk dan tidur. Abu Nawas tidak bisa tidur. la hanya berpura-pura tidur.
Setelah merasa yakin kawan-kawannya sudah terlelap Abu Nawas menghampiri
makanan itu. Tanpa berpikir dua kali Abu Nawas memakan habis makanan itu
hingga tidak tersisa sedikit pun. Setelah merasa kekenyangan Abu Nawas baru
bisa tidur.

Keesokan hari mereka bangun hampir bersamaan. Ahli Yoga dengan wajah
berseri-seri bercerita,
"Tadi malam aku bermimpi memasuki sebuah taman yang mirip sekali dengan
Nirvana. Aku merasakan kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya
dalam hidup ini."

Pendeta mengatakan bahwa mimpi Ahli Yoga benar-benar menakjubkan. Betul-betul
luar biasa. Kemudian giliran Pendeta menceritakan mimpinya.
"Aku seolah-olah menembus ruang dan waktu. Dan ternyata memang benar. Aku
secara tidak sengaja berhasil menyusup ke masa silam dimana pendiri agamaku
hidup. Aku bertemu dengan beliau dan yang lebih membahagiakan adalah aku
diberkatinya."

Ahli Yoga juga memuji-muji kehebatan mimpi Pendeta, Abu Nawas hanya diam.
la bahkan tidak merasa tertarik sedikitpun.
Karena Abu Nawas belum juga buka mulut, Pendeta dan Ahli Yoga mulai tidak
sabar untuk tidak menanyakan mimpi Abu Nawas.

"Kalian tentu tahu Nabi Daud alaihissalam. Beliau adalah seorang nabi yang ahli
berpuasa. Tadi malam aku bermimpi berbincang-bincang dengan beliau. Beliau
menanyakan apakah aku berpuasa atau tidak. Aku katakan aku berpuasa karena
aku memang tidak makan sejak dini hari Kemudian beliau menyuruhku segera
berbuka karena hari sudah malam. Tentu saja aku tidak berani mengabaikan
perintah beliau. Aku segera bangun dari tidur dan langsung menghabiskan
makanan itu." kata Abu Nawas tanpa perasaa bersalah secuil pun.

Sambil menahan rasa lapar yang menyayat-nyayat Pendeta dan Ahli Yoga saling
berpandangan satu sama lain.
Kejengkelan Abu Nawas terobati.
Kini mereka sadar bahwa tidak ada gunanya coba-coba mempermainkan Abu
Nawas, pasti hanya akan mendapat celaka sendiri.
readmore »»  

Thursday, November 1, 2012

free download accelerator plus 10 full crack - DAP

download accelerator plus adalah salah satu software yang digunakan untuk mengelola download file Cara kerja download accelerator plus full version sama seperti cara kerja IDM, keduanya bekerja sebagai download accelerator manager free yang tentunya dapat bermanfaat sekali bagi anda yang sering melakukan kegiatan download. semoga download accelerator plus dapat membantu pekerjaan download file anda, artinya mampu bekerja sesuai fungsinya sebagai download accelerator manager free


Download DAP 10 full crack : Disini atau Disini 
atau
Download DAP 10 Crack saja : Disini atau Disini

Semoga bermanfaat... 
readmore »»